Senin, 21 September 2015

Full Time Mom vs Working Mom

Menjadi seorang Ibu adalah suatu pilihan....
1. Memilih untuk siap mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk keluarga
2. Memilih untuk siap menjadi contoh yang yang baik bagi anak-anak kita
3. Memilih untuk menjadi seorang pribadi yang super sabar dalam mendidik dan membesarkan buah hati
4. Memilih untuk merelakan waktu kita dan mengutamakan waktu bersama buah hati
5. etc

Jika melihat point-point diatas, rasanya diri ini masih jauh dari sikap seorang ibu yang sempurna.... semoga bisa menjadi lebih baik lagi...Amiin
Setiap wanita pasti menginginkan menyandang gelar tersebut. Gelar yang sangat membanggakan meskipun dibandingkan dengan gelar-gelar tingkat pendidikan apapun dan walaupun harus bergulat dengan segala konsekuensinya.


Do you want to be a Full Time Mom or a Working Mom ? Which one the best ?
Seringkali pertanyaan itu mengusik pikiran para ibu muda, tak terkecuali saya. Dan saat ini saya pun sudah bisa merasakan menjadi keduanya :-) . Bagaimana rasanya? apa bedanya? Menurut saya keduanya sama-sama memiliki konsekuensi yang harus diterima dan dijalankan.

Tak ada yang salah dengan seorang ibu yang bekerja, bahkan kita patut mengacungi jempol. Walaupun mencari nafkah bukanlah tugas utama seorang wanita, namun tidak ada salahnya jika seorang ibu dapat menunjang perekonomian keluarga. Tentunya dalam batas-batas tertentu tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu. Setiap wanita juga memiliki kelebihan yang berbeda-beda, seorang ibu A tidak bisa disamakan dengan ibu B dalam memanajemen waktu bagi keluarganya. Ada seorang ibu yang meskipun bekerja namun tetap bisa melaksanakan segala tugas rumah tangga nya tanpa bantuan ART. Namun bukan berarti jika seorang ibu yang menggunakan jasa ART adalah seorang ibu yang tidak peduli pada keluarganya. Saya yakin setiap ibu pasti menginginkan untuk memberikan yang terbaik bagi keluarga dengan caranya dan kelebihannya masing-masing.

Saat sebelum menikah, saya masih menjunjung tinggi idealisme saya. Saat itu saya masih bekerja pada sebuah perusahaan perbankan dengan load aktivitas yang tinggi. Hampir setiap hari saya meninggalkan kantor antara pukul 19.00-20.00. Saat itu saya merasa tidak ada masalah, meskipun saya nanti telah menikah, saya tetap akan bekerja pada perusahaan tersebut. Ya... saat itu yang saya pikirkan adalah karir yang telah saya rintis selama beberapa tahun, tentunya akan sangat sayang sekali jika saya tinggalkan. Apalagi saya merasa untuk mendapatkan pekerjaan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya telah berencana jika saya menikah dan memiliki anak, saya akan menggunakan jasa ART untuk membantu saya seperti yang teman-teman saya lakukan. Toh mereka enjoy-enjoy saja (walaupun sebenanya saat itu saya tidak tahu bagaimana perasaan mereka saat meninggalkan buah hati mereka saat bekerja).

Mendekati hari H pernikahan, ibu meminta saya untuk resign dan mengusulkan untuk memlih pekerjaan yang tidak terlalu menyita waktu. Tentu saja saat itu saya menolak dengan mengemukakan beberapa alasan. Ibu memberi gambaran bahwa jika saya nanti telah menjadi seorang ibu, apakah saya bisa membagi waktu untuk keluarga, bagaimana nanti saya dapat mendidik anak-anak jika sebagian besar waktu saya habiskan di kantor. Meskipun dengan berat hati akhirnya saya pun mengikuti nasehat ibu, saya mengajukan pengunduran diri sesuai dengan permintaan ibu.

Setelah saya menikah dan memiliki seorang anak, baru saya bisa memahami arti seorang ibu. Saat itu status saya adalah sebagai ibu pekerja di sebuah instansi pemerintah daerah. Saat masa cuti melahirkan berakhir, berat sekali rasanya hati ini untuk kembali beraktivitas ke kantor. Rasanya ingin sekali membawa Syafa kecil ikut ngantor juga. Walaupun begitu ini adalah konsekuensi yang harus saya ambil dengan memilih menjadi seorang ibu bekerja. Tentunya sebagai ibu bekerja, saya tidak dapat leluasa melakukan breastfeeding. Jika saya sedang bekerja, Syafa kecil hanya bisa minum ASIP dengan sendok. Ini juga salah satu konsekuensi yang harus saya pilih. Walaupun bekerja, tentunya saya tetap ingin memberikan asupan yang terbaik untuk Syafa. Tiap hari saya memerah ASI di kantor untuk persediaan Syafa jika saya sedang tidak di rumah. Jadi teringat perjuangan seorang teman saat masih bekerja di perusahaan swasta. Saat itu di kantor kami belum ada kulkas , jadi teman saya selalu menyempatkan pulang saat istirahat untuk memberikan ASI pada bayinya. Itu pun tidak bisa berlama-lama karena sering ditegur pimpinan untuk tidak pulang saat istirahat apalagi sampai melewati jam istirahat. Hingga pada suatu hari teman saya mengalami kecelakaan saat akan pulang untuk memberikan ASI nya. Saat itu kondisi nya sangat parah karena mengalami pendarahan di otak akibat benturan di kepala dan harus segera dioperasi. Dan alhamdulillah...atas ijin Allah teman saya dapat segera tertolong. Betapa besar perjuangan seorang ibu hingga bertaruh nyawa.

Saat Syafa sakit, tentunya saya juga tidak bisa terlalu sering ijin tidak masuk. Dan saya yakin kondisi ini yang paling menyedihkan bagi semua ibu bekerja. Saat anak sakit rasanya kita selalu ingin berada di samping si kecil agar saat dia butuh sesuatu kita segera sigap membantunya. rasanya tidak tega melihat si kecil dalam kondisi sakit. Kalo udah seperti ini, pikiran pun tak tenang bekerja. Teringat kembali pengalaman seorang teman saat masih bekerja di perusahaan swasta dengan peraturan yang super ketat. walaupun anak sakit tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak masuk kantor. Sampai-sampai teman saya selalu menangis selama di kantor, melayani nasabah pun dengan mata sembab. Ya... tapi itulah konsekuensi yang harus dipilih. Dan saya pun harus bersyukur dengan kondisi saya saat ini. Nasihat seorang ibu memang luar biasa....  saya pun baru bisa menyadari nya sekarang, trima kasih ibuku....

Namun dibalik konsekuensi itu semua tentunya ada kebaikan dan kelebihan seorang ibu bekerja. Saya pun dibesarkan dari seorang ibu yang bekerja. Banyak segi positif yang dapat saya ambil dari sosok ibu saya yang mudah-mudahan dapat saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya :
1. Terbiasa mandiri
Karena ibu tidak dapat sepanjang hari menemani anak-anaknya, mereka jadi terbiasa mengerjakan segala keperluannya sendiri. Hal ini akan membuat anak-anak tidak terbiasa mengandalkan atau bergantung pada orang lain.
2. Disiplin
Setiap pagi ibu bekerja dituntut untuk berangkat tepat waktu, dan ini terbawa juga kepada anak-anaknya. Anak-anak tentunya juga harus bangun pagi karena bagaimanapun juga ibu akan memastikan anak-anaknya telah mandi dan sarapan sebelum berangkat ke kantor. Sesibuk apa pun, seorang ibu akan bangun lebih pagi untuk membuatkan sarapan untuk anak-anaknya.
3. Lebih tahan dalam menghadapi masalah
Life is never flat. Seorang ibu bekerja tentu banyak bertemu orang dengan berbagai karakter. Banyak menghadapi permasalahan dalam aktivitas kerjanya. Bertemu dengan orang yang suka atau yang tidak suka dengan diri kita. Hal ini membuat si ibu bekerja akan lebih tahan dalam menghadapi masalah. Dan anak-anak pun juga akan melihat dan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya.
4. Memiliki manajemen waktu yang baik
Seorang ibu bekerja akan dituntut untuk dapat membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarga tanpa harus menelantarkan salah satunya. Hal ini akan membuat Si Ibu untuk bekerja seefisien dan semaksimal mungkin di kantor sehingga mengurangi lembur atau membawa pekerjaan ke rumah. Hal ini tentunya akan berdampak positif bagi prestasi kerja di kantor. Begitu pula saat di rumah, Si Ibu akan berusaha semaksimal mungkin mencurahkan waktu untuk keluarga tanpa mengotak-atik pekerjaan kantor.
5. Tidak mudah putus asa
Dalam dunia kerja banyak hal-hal yang harus dicapai, tentunya hal ini membutuhkan usaha dan kemampuan. Dan untuk mencapai hal-hal tersebut seorang ibu bekerja tidak akan menyerah dengan suatu kegagalan karena sesuatu yang harus dicapai tersebut merupakan salah satu tuntutan pekerjaan. Sikap ini sedikit banyak akan berpengaruh dalam cara ibu mendidik si kecil.

Saat ini saya sedang menikmati tugas saya sebagai full time mom, kebetulan saya mengambil CLTN selama 3 tahun sampai Si Ayah amenyelesaikan pendidikannya (salah satu pilihan yang harus saya ambil demi kebersamaan bersama keluarga). Sungguh pengalaman yang tidak akan saya sia-siakan sampai saya kembali bekerja 3 tahun mendatang. Banyak peran seorang ibu yang dulu tidak bisa lakukan dan sekarang saya dapat melakukannya. Yang paling berharga untuk saya adalah dapat menemani anak saat sakit. Selain itu saya juga memiliki lebih banyak waktu bermain bersama Syafa, membersihkan rumah setiap pagi (hal yang jarang saya lakukan kecuali hari libur hehe...) , dapat mengeksekusi resep-resep yang sudah lama tersimpan :-) , membuat variasi menu makanan untuk Syafa yang termasuk si picky eater, termasuk lebih dalam menggeluti bisnis online dan mulai menulis lagi.

Kalau berbicara masalah capek, saya rasa sama saja antara full time mom vs working mom. Bahkan jam kerja seorang full time mom bisa melebihi jam kerja di kantor, mulai dari beberes rumah, antar jemput anak, menyapu, ngepel, ke pasar, mencuci, menyetrika, memasak, menidurkan anak, menemani anak belajar, dll (note : tentunya bagi IRT yang tidak menggunakan jasa ART ).  Hal ini kadang yang membuat para full time mom merasa jenuh dan bosan dengan aktivitas sehari-harinya. Jika seorang ibu bekerja masih bisa keluar rumah dan sejenak meninggalkan rutinitas rumah tangga, berbeda dengan seorang ibu rumah tangga yang hanya dihadapkan dengan rutinitas rumah tangga. Karena itu seorang full time mom juga membutuhkan me time agar pikiran lebih fresh sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan hati senang.

Menjadi seorang ibu rumah tangga merupakan suatu pilihan yang juga patut diacungi jempol. Tetapi bukan berarti sebagai ibu rumah tangga kita hanya berdiam diri di rumah dan menjadi ibu-ibu berdaster yang hanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga saja. Banyak kegiatan positif bisa kita lakukan dari rumah yang dapat membuat kita menjadi lebih produktif. Sebenarnya kegiatan yang dilakukan tidak harus menghasilkan namun setidaknya bisa membuat kita merasa enjoy, menambah wawasan dan menambah teman. Nah kegiatan-kegiatan ini juga dapat dimasukkan dalam daftar kegiatan me time bunda.....  Apa saja ya kegiatan positif yang dapat kita lakukan ?
1. Membuka Online shop
Sekarang ini shopping tidak harus dilakukan dengan pergi ke mall, cukup lewat gadget kita dapat hunting barang-barang yang kita inginkan. Banyak orang yang tidak sempat berbelanja offline, mereka lebih memilih berbelanja online. Bisnis ini sangat menyenangkan, dan cukup menjanjikan. Bunda juga tidak perlu seharian menunggu toko, cukup dijalankan dari rumah saja.
2. Menulis
Saat seorang diri di rumah dan tidak melakukan hal apapun akan membuat seorang ibu menjadi bosan. Kesempatan ini dapat digunakan untuk mencurahkan segala ide yang ada di dalam pikiran menjadi sebuah tulisan. Kegiatan ini selain dapat melepaskan uneg-uneg dan kejenuhan juga dapat membuat bunda menjadi lebih kreatif. Bahkan dari kegiatan menulis ini dapat menghasilkan sebuah karya.
3. Membaca
Selepas mengantar anak sekolah atau saat saat si kecil tidur, bunda dapat melakukan kegiatan yang menyenangkan ini. Membaca apa pun yang bunda suka akan membuat hati dan pikiran menjadi lebih fresh. Selain itu bunda juga akan mendapatkan berbagai informasi serta inspirasi dari kegiatan ini.
4. Perawatan Tubuh
Saat waktu senggang tidak ada salahnya bunda melakukan treatment ini. Sekedar luluran, masker atau massage dapat membuat tubuh menjadi lebih fresh. Treatment tidak harus dilakukan di salon, kita juga dapat melakukannya di rumah.
5. Kegiatan-kegiatan lain yang bunda sukai.

Jika kita selalu melihat rumput tetangga yang terlihat lebih hijau daripada rumput sendiri tentu hidup kita tidak akan pernah tenang. Kalau kata orang jawa "sawang sinawang" , belum tentu kondisi seseorang yang kita lihat bahagia, ternyata juga memiliki masalah sendiri di dalamnya. Yang jelas setiap manusia memiliki pilihan dan masalah sendiri dalam hidupnya, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Full time mom or working mom , keduanya sama-sama mulia tinggal bagaimana kita dapat menerima dan menjalankan konsekuensi atas sesuatu yang kita pilih. Merasa bahagia dan bersyukur atas apa yang telah kita dapatkan sangat memberikan dampak positif bagi kehidupan kita sehari-hari yang tentunya akan berpengaruh dalam cara kita mendidik anak. Yang terpenting apapun profesi kita, prioritas utama kita tetap memberikan perhatian, kasih sayang dan memperhatikan perkembangan buah hati :-) .


Tulisan ini hanya sekedar coretan untuk saling berbagi dan reminder bagi diri sendiri, tidak ada maksud untuk menggurui atau merasa lebih baik karena masih banyak kesalahan-kesalahan yang saya lakukan dan masih harus banyak belajar dari ibu-ibu lain yang lebih berpengalaman.
Semoga bermanfaat  :-)


4 komentar:

  1. Waahh...bener2 super ibu satu ini..
    Selamat menikmati masa2 being a full time mother.. suatu peran yg ingin kulakukan juga.. but life is a choice and i've made my life's choice...
    Semoga bisa sama2 mendidik dan mengantarkan anak ke gerbang masa depan yg indah walaupun dengan peran ganda...

    Jadi ingat nasehat dan harapan dosen kepada kami newcomer ppds..
    'Semoga bisa lulus tepat waktu dengan keluarga yang utuh dan tumbuh kembang anak yang tidak terganggu'
    Bener bangeet to...

    Hiks...semogaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget ummi... alasan itulah yg ahirnya membuatku memutuskan cuti. walaupun mungkin byk yg menyayangkan tapi mereka tidak akan tahu klo tidak menjalaninya. Tapi aku bener2 salut sm ummi, hebat, kuat & super bisa menjalani keduanya terlebih skrg sebagai ppds dg kondisi jauh dr kluarga.

      Amiin... semoga anak & kluarga kita juga slalu dalam lindungan Allah. Semua akan indah pada waktunya, semangat & sabar ya ummi....seandainya bisa mengungkapkan Arshi pasti akan merasa bangga pada ibu nya :-) .

      Hapus
  2. sip...dek...,
    dimanapun,bagaimanapun,kapanpun.....bersyukur itu bikin adem...
    Allah ciptakan pria dan wanita dengan peran dan kapasitasnya....
    selama selalu dalam koridor Islam, working mom or full time mom ituu ibadah :-) jadi bawaane senenggg aja, karena Allah punya jaminan buat ibu ibu yg ikhlass,
    Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul waladi fil islam mengatakan, orangtua mempunyai tanggung jawab pendidikan: Iman, Akhlak(moral), fisik, intelektual, psikis, sosial, seksual terhadap anak, dan kutipan hadist Rosul:"tidaklah ada suatu pemberian yg diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya yang lebih utama daripada pemberian budi pekerti yang baik".
    so, bagaimanapun kondisi kita, kembalikan lagi pada "khittoh"nya. jadi gak pengaruh pandangan orang lain....,mau ngomong ini itu yaa monggo saja, karena tiap keluarga mempunya "jurus" masing masing dalam meraih RidhoNYA...., iyaa khan dek?hehe....
    (maaf yaa, gak bermaksud menggurui lhoo, skedar saling sharing aja...,kebetulan termasuk dibahasan tesis mb...)
    yg jelas, LDR itu gak Nyaman blasss..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul skali mb lala... alhamdulillah dapat pengetahuan baru :-) , ini gunanya sharing ya mb....

      LDR ga nyaman sgt setuju mb...mdh2n ms edo bisa sgera kembali tugas di jawa lg amiin...

      Sukses juga utk tesisnya ya mb...ini jg slh satu yg wajib dicontoh, byk keg positif yg bs dilakukan. Salut utk ibu2 yg msh semangat mengejar ilmu...

      Hapus